Sunday, November 25, 2012

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Otak merupakan perangkat yang paling kompleks di dunia. Trilyunan sel otak memiliki fungsi spesifik tetapi saling berhubungan. Mengendalikan seluruh aspek fisik dan psikis manusia. Baik secara sadar maupun tak sadar. Kapasitas penyimpanan memori di dalam otak jauh melebihi kapasitas hardisk komputer terbesar sekalipun. Otak memiliki kemampuan menangani algoritma rumit secara bersamaan dalam jumlah tak terbatas, jauh melebihi kemampuan prosesor komputer tercanggih sekalipun. Tapi sayangnya manusia tidak mampu mengoptimalkan seluruh potensi otak tersebut, sehingga otak tidak memungkinkan semua jejak ingatan itu tersimpan terus dengan sempurna, melainkan berangsur-angsur akan menghilang. Tetapi ketika orang yang bersangkutan diminta untuk mengingat kembali hal yang sudah mulai terlupakan sebagian itu.
Manusia cenderung untuk menyempurnakan sendiri bagian-bagian yang terlupa tersebut dengan cara mengkreasikan sendiri detil-detil ceritera itu. Akibatnya, sebuah ceritera tentang suatu peristiwa yang pernah disaksikan oleh seseorang akan berubah-ubah dari masa ke masa. Makin lama jarak waktu antara kejadian awal dengan saat berceritera, maka makin banyak perubahannya.

B.       RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana perbedaan lupa dengan hilang dari ingatan?
2.      Bagaimana faktor-faktor penyebab lupa?
3.      Bagaimana usaha-usaha yang dapat mengurangi lupa?
4.      Apa yang dimaksud dengan transfer dalam?

BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian Lupa
Lupa merupakan istilah yang sangat populer di masyarakat. Dari hari ke hari dan bahkan setiap waktu pasti ada orang-orang tertentu yang lupa akan sesuatu, entah hal itu tentang peristiwa atau kejadian di masa lampau atau sesuatu yang akan dilakukan, mungkin juga sesuatu yang baru saja dilakukan. Fenomena dapat terjadi pada siapapun juga, tak peduli apakah orang itu anak-anak, remaja, orang tua, guru, pejabat, profesor, petani dan sebaginya. (syaiful Bahri Djamarah, 2008: 206)
Soal mengingat dan lupa biasanya juga ditunjukkan dengan satu pengertian saja, yaitu retensi, karena memang sebenarnya kedua hal tersebut hanyalah memandang hal yang satu dan sama dari segi berlainan. Hal yang diingat adalah hal yang tidak dilupakan, dan hal yang dilupakan adalah hal yang tidak diingat. (Sumadi Suryabrata, 2006: 47)
Lupa ialah peristiwa tidak dapat memproduksikan tanggapan-tanggapan kita, sedang ingatan kita sehat. (Agus Suyanto, 1993: 46), adapula yang mengartikan lupa sebagai suatu gejala di mana informasi yang telah disimpan tidak dapat ditemukan kembali utnuk digunakan. (Irwanto, 1991: 150).
Muhibbinsyah (1996) dalam bukunya yang berjudul psikologi pendidikan mengartikan lupa sebagai hilangnya kemampuan untuk menyebut kembali atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari secara sederhana. Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidak mampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dialami atau dipelajari, dengan demikian lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
B.       Perbedaan Lupa dengan Hilang dari Ingatan
Kerapkali pengertian “lupa” dan “hilang” secara spontan dianggap sama, padahal apa yang dilupakan belum tentu hilang dalam ingatan begitu saja. Hasil penelitian dan refleksi atas pengalaman belajar di sekolah, memberikan petunjuk bahwa segala sesuatu yang pernah dicamkan dan dimasukan dalam ingatan, tetap menjadi milik pribadi dan tidak menghilang tanpa bekas.
Dengan kata lain, kenyataan bahwa seseorang tidak dapat mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari ingatannya, seolah-olah hal yang pernah dialami atau dipelajari sama sekali tidak mempunyai efek apa-apa. (Winkel, 1989: 291) sejumlah kesan yang telah didapat sebagai buah dari pengalaman belajar tidak akan pernah hilang, tetapi kesan-kesan itu mengendap ke alam bawah sadar. Bila diperlukan kembali kesan-kesan terpilih akan terangkat ke alam sadar.
Penggalian kesan-kesan terpilih bisa karena kekuatan “asosiasi” atau bisa juga karena kemauan yang keras melakukan “reproduksi” dengan pengandalan konsentrasi. Oleh karena itu, tepat apa yang pernah dikemukakan oleh gula (1982) dan Reber (1988) bahwa lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu  yang pernah dipelajari atau dialami. (Muhibbin Syah, 1999: 151) jadi, lupa bukan berarti hilang, sesuatu yang terlupakan tentu saja masih dimiliki dan tersimpan di alam bawah sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan dalam alam bawah sadar.
            Gangguan-gangguan yang menyebabkan terjadinya lupa, baik dalam ingatan jangka panjang maupun jangka pendek ditunjang oleh hasil-hasil penelitian, bahwa informasi-informasi yang baru didapat membingungkan informasi-informasi yang lama disebut “inhibisi retroaktif” atau gangguan retroaktif. Sebaliknya, bila informasi-informasi yang lama menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang baru dinamakan “inhibisi proaktif” atau gangguan proaktif. (Mahmud, 1990: 136).
C.      Faktor Penyebab Lupa
Pertama, lupa terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Dalam interfence theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1)   proactive interference, 2) retroactive interference (Reber, 1988; Best, 1989; Anderson, 1990).
Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktifapabila materi pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat adatu diproduksi kembali.
Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami gangguan retroaktifapabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pejaran lama kan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain, siswa tersebut lupa akan materi pelajaran lama tersebut.
Kedua, lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi karena adanya kemungkinan.
a)    Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
b)   Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
c)    Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah digunakan.
Itulah pendapat yang didasarkan para repression theory yakni teori represi/ penekanan (Reber, 1988). Namun, perlu ditambahkan bahwa istilah “alam ketidaksadaran” dan “alam bawah sadar” seperti tersebut di atas, merupakan gagasan Sigmund Freud, bapak psikologi analisis yang banyak mendapat tantanganm baik dari kawan maupun lawannya itu.
Ketiga, lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson, 1990). Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah atau kudanil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa menybut nama hewan-hewan tadi ketika melihatnya di kebun binatang.
Keempat, lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karna sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
Kelima, menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian denga sendirinya akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
Keenam, lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.
Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang paling penting untuk diperhatikan para guru adalah faktor pertama yang meliputi gangguan proaktif dan retroaktif, karena didukung oleh hasil riset dan eksperimen. Mengenai faktor keenam, tentu saja semua orang maklum.
Kecuali gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru yang menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori permanennya. Item yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap diproses oleh sistem memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil kembali. Kerusakan item informasi tersebut mungkin disebabkan karena tennggang waktu (delay) antara waktu diserapnya item informasi dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa tersebut (Best, 1989; Anderson, 1990).
Apakah materi pelajaran yang terlupakan oleh siswa benar-benar hilang dari ingatan akalnya? Menurut pandangan ahli psikologi kognitif, “tidak!” materi pelajaran itu masih terdapat dalam subsistem akal permanen siswa namun terlalu lemah untuk di panggil atau diingat kembali. Buktinya banyak siswa yang mengeluh “kehilangan ilmu”, setelah melakukan relearning (belajar lagi) atau mengikuti remedial teaching berfungsi memperbaiki atau menguatkan item-item informasi yang rusak atau lemah dalam memori para siswa tersebut, sehingga mereka berhasil mencapai prestasi yang memuaskan. (Muhibbin Syah, 1996: 160).
D.     Usaha-Usaha Mengurangi Lupa
Sebagai seorang pengajar yang profesional, seorang guru harus dapat mencegah peristiwa lupa yang sering dialami oleh siswa. Pada dasarnya lupa dapat ditangani dengan berbagai cara. Apabila materi yang disajikan kepada siswa dapat diserap, diproses, dan disimpan dengan baik oleh sistem memori siswa, maka peristiwa lupa tidak terjadi, atau terjadi namun tidak total. Jadi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kiat pengjar membuat sistem memori atau akal siswa agar berfungsi secara optimal untuk memproses materi yang akan disampaikan. Kiat terbaik yang dapat dilakukan untuk mengurangi lupa adalah dengan meningkatkan daya ingat akal siswa. Menurut Barlow, Reber, dan Anderson, kiat-kiat tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Overlearning Overlearning, artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Overlearning dapat terjadi apabila respon atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon tersebut dengan cara diluar kebiasaan. Sebagai contoh pembacaan Pancasila setiap hari Senin pada Upacara Bendera memungkinkan siswa memiliki pemahanan lebih mengenai materi Pendidikan Pancasila.
2.    Extra Study Time Extra Study Time adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi ( kekerapan ) waktu aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu, berarti siswa menambah jam belajarnya. Misalnya, dengan menambah 30 menit waktu belajar siswa. Sedangkan penambahan frekuensi belajar berarti meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu, misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali sehari.
3.    Menemonic Device Muslihat memori atau mnemonic device yang lebih sering disebut mnemonic saja berarti kiat-kiat khusus yang biasa dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi kedalam memori siswa. Ragam mnemonic ini banyak ragamnya tetapi yang paling menonjol adalah sebagai berikut:
a.    Rima ( Rhyme ), yaitu sajak yang dibuat sedemikian rupa yang isinya terdiri atas kata dan istilah yang harus diingat siswa. Sajak ini akan lebih baik pengaruhnya apabila diberi not-not sehingga dapat dinyanyikan. Contohnya seperti nyanyian anak-anak TK yang berisi pesan-pesan moral.
b.    Singkatan, yakni terdiri dari huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat siswa. Contoh jika seorang siswa hendak mengingat nama Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, mereka dapat menyingkatnya menjadi ANIM. Pembuatan singkatan seyogyanya dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat menarik dan memberi kesan tersendiri.
c.    Sistem kata pasak ( peg word system), yakni sejenis teknik mnemonik yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memeori baru. Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan seperti merah-saga, panas-api. Kata-kata ini berguna untuk mengingat kata dan istilah yang memiliki watak yang sama seperti darah, lipstik, pasangan langit dan bumi; neraka dan kata atau istilah lain yang memiliki kesamaan watak (warna, rasa, dan seterusnya).
d.   Model Losai ( Method of Loci ), yaitu kiat mnemonik yang menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat siswa. Kata “Loci” sendiri adalah jamak dari kata “lokus” yang artinya tempat. Dalam hal ini nama-nama kota, jalan, dan gedung yang terkenal dapat dipakai untuk menempatkan kata dan istilah yang kurang lebih relevan, dalam arti memiliki kemiripan ciri dan keadaan. Contoh: nama ibukota Amerika Serikat untuk mengingat nama presiden pertama negara itu (George Washington).
e.    Sistem Kata Kunci ( Key Word System ), kiat yang satu ini masih tergolong baru dibandingkan kiat-kiat yang lainnya. Kiat ini dikembangkan oleh Raugh dan Atkinsen. Sistem ini biasanya direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata dan istilah asing, Inggris misalnya. Sistem ini berbentuk daftar kata yang terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut: i) kata-kata asing, ii) kata-kata kunci, yakni kata-kata bahasa lokal yang paling kurang suku pertamanya memiliki suara atau lafal yang mirip dengan kata yang dipelajari, iii) arti kata asing yang dipelajari. Contoh: Kata Inggris Kata Kunci Arti Astute Butterfly Challenge Domination Eyesight Fussy Astuti Baterai Celeng Domino Aisyah Fauzy Cerdik, lihai Kupu-kupu Tantangan Penguasaan Penglihatan Cerewet
4.  Pengelompokan maksud kiat pengelompokan (Clustering) adalah menata ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikasi dan lafal yang sama atau sangat mirip. Penataan atau pengelompokan ini direkayasa sedemikian rupa dalam bentuk daftar-daftar item seperti: a. Daftar I, terdiri atas nama-nama negara serumpun, seperti: Indonesia, Malaysia, Brunai dan seterusnya; b. Daftar II, terdiri atas singkatan-singkatan lembaga negara, seperti MPR, DPR, dan seterusnya: c. Daftar III, terdiri dari singkatan-singkatan nama-nama badan internasional, seperti: WHO, ILO, dan sebagainya.
5.  Latihan Terbagi Latihan terbagi atau distributed practice adalah latihan terkumpul (massed pratice), yang sudah dianggap tidak efektif lagi karena mendorong siswa membuat cramming, yakni belajar banyak materi dengan tergesa-gesa dalam waktu yang singkat. Dalam melaksanakan distributed practice, siswa dapat menggunakan berbagai metode dan strategi belajar yang efisien.
6.  Pengaruh Letak Bersambung Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak bersambung (the serial position effect), siswa dianjurkan menyusun daftar kata-kata (nama, istilah, dan sebagainya) yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat. Kata-kata yang harus diingat oleh siswa tersebut sebaiknya ditulis dengan menggunakan huruf dan warna yang mencolok agar tampak sangat berbeda dari kata-kata lainnya yang tidak perlu diingat. Dengan demikian kata yang ditulis pada awal dan akhir daftar tersebut memberi kesan tersendiri dan diharapkan melekat erat dalam subsistem akal permanen siswa.
Selain ke enam kiat-kiat diatas, Seorang guru dapat mengurangi lupa dengan berbagai cara lain seperti berikut ini.
            Pertama, mencoba menimbulkan atau meningkatkan memotivasi belajar siswa dengan menyadarkan mereka akan tujuan instruksional yang harus mereka capai. Hal ini dapat dilakukan, misalnya dengan menjelaskan manfaat materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari, dan masa depan mereka
Kedua, mencoba selalu menjelaskan unsur-unsur pokok sebelum menunjukkan unsur-unsur penunjang yang relevan dalam materi pelajaran yang disajikan. Dalam hal ini seorang guru direkomendasikan untuk mendemonstrasikan dengan alat-alat peraga yang tersedia atau memberi tanda-tanda khusus pada kata atau istilah pokok.
Ketiga, mencoba untuk selalu menghubungkan materi yang akan diajarkan dengan materi yang telah diajarkan pada sesi yang lalu. Keempat, ketika seorang guru bertanya kepada anak didiknya mengenai materi yang telah diajarkan, dengan memperhatikan:
a. Seyogyanya pertanyaan itu disampaikan dengan cara yang akrab dan tidak menegangkan,tetapi wibawa tetap dijaga.
b. Pertanyaan harus jelas dan tidak mengandung banyak tafsiran
c. Pertanyaan hendaknya mengandung suatu masalah agar siswa dapat memusatkan proses sistem akalnya untuk mencari respon
d. Pertanyaan tidak hanya untuk mendorong siswa menjawab “ya” atau “tidak” sebab hal ini akan menghambat kreativitasnya.
e. Jika siswa tidak mampu menjawab, Pendidik tidak perlu mendesaknya.
f. Segera tawarkan pertanyaan yang tidak terjawab tersebut ke teman lain agar teman yang tidak bisa menjawab dapat menggambil pelajaran dari teman lainnya.
g. Berilah pujian terhadap anak didik ketika ia bisa menjawab pertanyaan tersebut.

*                  Meningkatkan kemampuan memori
Secara umum usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan memori harus memenuhi tiga ketentuan sebagai berikut:
1.      Proses memori bukanlah suatu usaha yang mudah. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa pengulangan/rekan. Mekanisme dalam proses mengingat sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai persoalan sehari-hari. Seseorang dikatakan “belajar dari pengalaman” karena ia mampu menggunakan berbagai informasi yang telah diterimanya di masa lalu untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya saat ini.
2.      Bahan-bahan yang akan diingat harus mempunyai hubungan dengan hal-hal lain. Khusus mengenai hal ini, konteks memegang peranan penting. Dari uraian di depan jelas bahwa memori sangat dibantu bila informasi yang dipelajari mempunyai kaitan dengan hal-hal yang sudah dikenal sebelumnya. Konteks dapat berupa peristiwa, tempat, nama sesuatu, perasaan tertentu dan lain-lain. Konteks ini memberikan retrievel cues atau karena itu mempermudah recognition.
3.      Proses memori memerlukan organisasi. Salah satu pengorganisasian informasi yang sangat dikenal adalah mnemonik (bahasa Yunani: mnemosyne, yaitu dewi memori dalam mitologi Yunani). Informasi diorganisasi sedemikian rupa (dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dikenal) sehingga informasi yang kompleks mudah untuk diingat kembali.
Salah satu metode mnemonik yang biasa dilakukan adalah metode loci (method of loci; loci= locus= tempat). Individu diminta untuk membayangkan suatu tempat yang ia kenal dengan baik, misalnya rumahnya. Ia membayangkan dari bagian rumah itu, misalnya dari ruang tamu sampai kekamarnya. Ia membayangkan benda-benda apa saja yang akan ditemui didekat pintu masuk, di ruang tamu, dekat pintu kamarnya dan di dalam kamarnya. Kemudian ia diasosiasikan benda-benda tersebut dengan informasi baru yang harus diingat.
            Metode mnemonik lain yang biasa dipakai adalah metode menghubung-hubungkan (link method), yaitu menghubungkan informasi yang harus diingat satu dengan lainnya sehingga mempunyai arti, walu kadang-kadang agak lucu.
           Orang yang baru belajar musik sering harus menghafal tanda-tanda yang amat kompleks. Untuk itu cara seperti berikut sering banyak membantu:
a.       Nada-nada yang naik ½ (kruis/ #) = Gudeg Djogja Amat Enak Banyak Fitamin
b.      Nada-nada yang turun ½ (mol) = Fajar Bandung Elok Amat Dekat Garut Ciamis
Seorang mahasiswa psikologi yang ingin menghafalkan spektrum warna harus menempuh jalan sebagai berikut:
Mau Jadi Koboi Harus Bisa Naik Unta = Merah Jingga Kuning Hijau Biru Nila Ungu
            Pengorganisasian juga bisa dilakukan dengan membuat suatu akronim sekaligus sebagai suatu kesatuan informasi (chunk) seperti dalam jembatankeledai yang pernah kita singgung di depan (LUBER, ANDAL kota BERIMAN, dan lain-lain). (Irwanto, 1991: 152-158).


E.       Transfer Belajar

Menurut L.D. Crow dan A. Crow, transfer belajar adalah pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan ke keadaan belajar yang lain. Pengetahuan dan keterampilan siswa sebagai hasi belajar pada masa lalu seringkali mempengaruhi proses belajar yang sedang dialaminya sekarang. Tranfer dalam belajar yang biasa disebut dengan tranfer belajar (tranfer of learning) itu mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari suatu situasi ke situasi berikutnya (Reber: 1988). Kata “pemindahan keterampilan” tidak berkonotasi hilangnya keterampilan melakukan sesuatu pada masa lalu karena digantikan dengan keterampilan baru pada masa sekarang. Oleh sebab itu, definisi diatas harus dipahami sebagai pemindahan pengaruh atau pengaruh keterampilan melakukan sesuatu terhadap tercapainya keterampilan melakukan sesuatu lainnya. Setiap pemindahan pengaruh (tranfers) seperti yang disebut diatas pada umumnya selalu membawa dampak baik itu positif ataupun negatif terhadap aktifitas dan hasil pembelajaran materi pelajaran lain atau keterampilan lain.
F.      Faktor-Faktor Transfer Belajar

1. Intelegensi
Individu yang lancar dan pandai biasanya segera mampu menganalisa dan dapat melihat hubungan logis, ia segera melihat unsur-unsur yang sama serta pola dasar atau kaidah hukum, sehingga sangat mudah terjadi transfer.
2. Sikap
Meskipun orang mengerti dan memahami sesuatu serta hubungannya dengan yang lain, tetapi pendirian/kecenderungannya menolak/sikap negatif, maka transfer tidak akan terjadi, dan demikian sebaliknya.
3. Materi Pelajaran
Biasanya mata pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan akan mudah terjadi transfer. Contohnya: Matematika dengan Statistika, Ilmu Jiwa Daya dengan Sosiologi akan lebih mudah terjadi transfer.
4. Sistem Penyampaian Guru
Pendidik yang senantiasa menunjukkan hubungan antara suatu pelajaran yang sedang dipelajari dengan mata pelajaran yang lain atau dengan menunjuk kehidupan nyata yang dialami anak, biasanya akan mudah terjadi transfer.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau mereproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari
Hilang ingatan adalah hilangnya kemampuan untuk mengingat atau menimbulkan kembali yang disebabkan oleh hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
• Lupa disebabkan oleh gangguan konflik antara item-item informasi, tekanan terhadap item-item yang sudah ada baik disengaja atupun tidak, perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali, perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu, tidak pernah digunakannya materi pelajaran yang sudah dikuasai, dan perubahan urat syaraf otak
• Lupa dapat ditangani dengan berbagai cara seperti overlearning, extra study time, mnemonic device, pengelompokan, latihan terbagi, dan pengaruh letak bersambung
• Transfer belajar adalah pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan ke keadaan belajar yang lain
• Dalam teori disiplin formal, transfer belajar hanya dapat terjadi bila “diperkuat” dan “didisiplinkan” dengan latihan-latihan yang keras dan terus menerus
• Dalam teori elemen identik, transfer hanya akan terjadi bila dalam situasi yang baru terdapat unsur-unsur yang sama (identical elements) dengan situasi terdahulu yang telah dipelajari
• Dalam teori generalisasi, transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi lama telah dipelajari mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak kesamaan unsur-unsur
• Gagne, membedakan transfer belajar menjadi empat kategori yaitu transfer positif, transfer negatif, transfer vertikal, dan transfer lateral.
• Transfer positif yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya
• Transfer negatif yaitu transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya
• Transfer vertikal, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang lebih tinggi
• Transfer lateral, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang sederajat
• Faktor-faktor penyebab transfer belajar seperti intelegensi, sikap, materi pelajaran, dan sistem penyampaian guru.

B.       SARAN
Profesi sebagai guru adalah profesi yang sangat mulia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan bangsa dalam kecerdasannya yang akan menuntun masyarakatnya kearah yang lebih membangun atau sebaliknya, jadi dengan adanya makalah ini penulis mengharapkan agar terus bermunculan calon-calon guru ideal yang sesuai dengan karakteristik yang seharusnya di miliki oleh para guru agar dunia pendidikan semakin berkembang dan dapat mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Penulis juga mengharapkan kepada pemerintah adanya kesejahteraan bagi para guru agar dapat meningkatkan kualitas guru dalam menjalankan profesinya
Jangan sampai guru-guru kita sebagai pahlawan tanpa tanda jasa terganggu fikirannya, karena sudah cukup berat tugas beliau sebagai pembimbing generasi bangsa.Disamping itu juga adaya sarana dan prasarana yang memadai untuk proses belajar dan mengajar juga perlu di tingkatkan agar para peserta didik dapat mengemban ilmu dengan aman, nyaman dan fokus


DAFTAR PUSTAKA


Hamalik, Oemar. 2002. Pendidikan Guru. Bandung : Bumi Aksara

Naim, Ngainun. 2008. Menjadi Guru Inspiratif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. ed. rev. Cetakan keempaat belas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Walgito, Bimo. 1990. Pengantar Psikologi Umum. ed. rev. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Andi Offset dit or delete it and start blogging!