BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sekolah adalah sebuah lembaga
yang dirancang untuk pengajaran siswa
(atau "murid")
di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara
memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib.
Dalam sistem ini, siswa kemajuan melalui serangkaian sekolah. Nama-nama
untuk sekolah-sekolah ini bervariasi
menurut negara (dibahas pada bagian Daerah di bawah), tetapi umumnya termasuk
sekolah dasar untuk anak-anak muda
dan sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan
pendidikan dasar.
Anak pra-sekolah adalah mereka yang
berusia 3-6 tahun menurut Biechler dan Snowman. Sedangkan di Indonesia, umumnya
mereka mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3 bulan-5 tahun) dan Kelompok
Bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mengikuti
program taman kanak-kanak. Dari teori Piaget, ia membicarakan perkembangan
kognitif, maka perkembangan kognitif anak masa pra sekolah berada pada tahap
pra-operasional (2-7 tahun).
Dalam lingkup yang lebih khusus, terutama
dalam konteks kelas, psikologi belajar atau psikologi pembelajaran banyak memusatkan
perhatiannya pada psikologi dan pembelajaran. Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan
yang mengkaji perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Perilaku yang dimaksud adalah, perilaku motorik yaitu perilaku dalam bentuk
gerakan. Perilaku kognitif ialah perilaku dalam bentuk bagaimana individu
mengenal alam disekitarnya. Perilaku konatif ialah perilaku yang berupa dorongan dari dalam
individu. Perilaku afektif ialah perilaku dalam bentuk perasaan atau emosi. Pembelajaran merupakan proses interaksi
antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku
ke arah lebih baik. Berikut adalah pengertian psikologi pembelajaran menurut
beberapa ahli :
1.
H.C. Witherington :
Suatu studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan pendidkan manusia.
2.
Lester D. Crow dan Alice Crow :
Pengetahuan praktis yang berguna untuk menerangkan belajar sesuai dengan
prinsip-prinsip ilmiah dan fakta-fakta riil.
Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling
utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan
perilaku bagi peserta didik. Fokusnya adalah aspek –
aspek psikologis dalam aktivitas pembelajaran, sehingga dapat diciptakan suatu
proses pembelajaran yang efektif. Upaya tersebut, dapat dilakukan dengan
mewujudkan prilaku mengajar yang efektif pada guru, dan mewujudkan prilaku belajar
pada siswa yang terkait dengan proses pembelajaran.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa psikologi belajar mempunyai peranan besar dalam proses pembelajaran khususnya bagi kita sebagai calon guru. Maka, dalam makalah inipun mengangkat masalah psikologi belajar dan mencoba mengembangkan materi dari hubungan perkembangan terhadap proses belajar.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa psikologi belajar mempunyai peranan besar dalam proses pembelajaran khususnya bagi kita sebagai calon guru. Maka, dalam makalah inipun mengangkat masalah psikologi belajar dan mencoba mengembangkan materi dari hubungan perkembangan terhadap proses belajar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, kami
merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Mendiskusikan orientasi
psikologis pembelajaran di Taman Kanak kanak.
2.
Mendiskusikan orientasi
psikologis pembelajaran di Sekolah Dasar.
3.
Mendiskusikan orientasi
psikologis pembelajaran di SMTP dan SMTA
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Orientasi Psikologis Pembelajaran
Di Taman Kanak-kanak
Dalam undang-undang tentang sistem
pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20
Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru
dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam
pembentukan karakter dan kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7).
Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan
yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia
dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta
Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut.
1.
Anak bersifat unik.
2.
Anak mengekspresikan
perilakunya secara relative spontan.
3.
Anak bersifat aktif dan
enerjik.
4.
Anak itu egosentris.
5.
Anak memiliki rasa ingin
tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
6.
Anak bersifat eksploratif
dan berjiwa petualang.
7.
Anak umumnya kaya dengan
fantasi.
8.
Anak masih mudah frustrasi.
9.
Anak masih kurang
pertimbangan dalam bertindak.
10. Anak
memiliki daya perhatian yang pendek.
11. Masa
anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
12. Anak
semakin menunjukkan minat terhadap teman.
Saat
seorang anak yang menikmati Pendidikan di Sekolah Taman Kanak - Kanak dan
sederajat, inilah yang disebut masa mengenal kegiatan belajar.Maksudnya, sejak
kelahiran, seorang anak ada dalam fase
belajar segala seuatu dan menikmati segala sesuatu yang mereka suka. Ketika masuk ke Sekolah Taman
Kanak – kanak yang bernuansa formal,maka
mereka memulai fase belajar tentang
segala sesuatu dan menikmati, baik yang mereka suka dan ataupun yang mereka
tidak suka.
Sebagai
jembatan kedua fase tersebut diatas, kondisi psikologis yang matang adalah satu
- satu nya jalan untuk membuat anak mampu berkembang dan bertumbuh dengan
sempurna, dalam arti bukan hanya berkembang dan bertumbuh secara fisik dan
secara Intelektual tetapi juga berkembang secara kepribadian untuk membentuk karakter
yang cerdas dan mandiri.
Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini,
menurut Sujiono dan Sujiono (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 138), pada dasarnya
adalah pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang
berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan pada anak
usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasainya
dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak.
Atas
dasar pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran untuk anak usia dini memiliki karakteristik sebagai berikut.
1.
Belajar, bermain, dan
bernyanyi
Bermain merupakan suatu
kegiatan yang sudah ada dengan sendirinya pada setiap anak dan menjadi
kebutuhan mereka. Melalui bermain anak dapat melepaskan ketegangan-ketegangan
yang dialaminya karena banyaknya larangan yang harus ia hadapi dalam kehidupan
sehari-hari. Dari kegiatan bermain bersama teman maka ia dapat menilai dirinya
sendiri. Anak akan belajar bagaimana harus bersikap dan bertingkah laku agar
dapat bekerja sama dengan orang lain, bersikap jujur, murah hati, tulus. (Rini
Hildayani, dkk : Psikologi Perkembangan
Anak, 2008 hal : 4.11 - 4.12)
Pembelajaran untuk anak
usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi (Slamet Suyanto,
2005: 133). Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan sedemikian rupa
sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas memilih. Anak-anak belajar
melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan perlengkapan serta manusia.
Anak belajar dengan bermain dalam suasana yang menyenangkan. Hasil belajar anak
menjadi lebih baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan teman sebayanya.
Dalam belajar, anak menggunakan seluruh alat inderanya.
2.
Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
Pembelajaran yang
berorientasi pada perkembangan mengacu pada tiga hal penting, yaitu : 1)
berorientasi pada usia yang tepat, 2) berorientasi pada individu yang tepat,
dan 3) berorientasi pada konteks sosial budaya (Masitoh dkk., 2005: 3.12).
Pembelajaran
yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai dengan tingkat usia anak,
artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai,
serta kegiatan belajar tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia
tersebut. Manusia merupakan makhluk individu. Perbedaan individual juga harus
menjadi pertimbangan guru dalam merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan,
berinteraksi, dan memenuhi harapan anak.
Selain
berorientasi pada usia dan individu yang tepat, pembelajaran berorientasi
perkembangan harus mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat
mengembangkan program pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak
dalam konteks keluarga, masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya.
B.
Orientasi Psikologis Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dalam proses pembelajaran siswa setiap guru
mempunyai keinginan agar semua siswanya dapat memperoleh hasil belajar yang
baik dan memuaskan. Harapan tersebut seringkali kandas dan tidak bisa terwujud,
karena banyak siswa tidak seperti yang
diharapkan. Maka sering mengalami berbagai macam kesulitan dalam belajar.
Sebagai petanda bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar dapat diketahui
dari berbagai jenis gejalanya seperti dikemukakan Abu Ahmadi (1977) sebagai
berikut :
1.
Hasil belajarnya rendah,
dibawah rata-rata kelas
2.
Hasil yang dicapai tidak
seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
3.
Menunjukkan sikap yang
kurang wajar, suka menentang, dusta, tidak mau menyelesaikan tugas-tugas dan
sebagainya.
4.
Menunjukkan tingkah laku
yang berlainan seperti suka membolos, suka mengganggu dan sebagainya.
Dalam
kondisi sebagaimana dikemukakan diatas, maka bimbingan dan konseling dapat
memberikan layanan dalam (1) bimbingan belajar, (2) bimbingan sosial, (3)
bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi. Siswa yang mengalami kesulitan belajar
seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala
yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif,
konatif maupun afektif .
Beberapa perilaku yang
merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
1.
Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai
oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang
dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa
yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
3. Lambat dalam
melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari
kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan
sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan
perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak
mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang
wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang
gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai
rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
Usia sekolah dasar, walaupun
anak sudah bisa bekomunikasi, tetapi masih belum dapat mengungkapkan secara
sempurna apa yang dirasakan dan apa yang dipikirkan. Masalah emosional yang
biasa timbul :
1.
Malas
belajar sebenarnya karena perasaan / emosi yang tidak tenang / takut.
2.
Lebih senang bermain
daripada belajar karena suasana rumah yang tidak nyaman atau hubungan dengan
anggota keluarga yang tidak menyenangkan.
Usia
dimana anak senang mencoba hal-hal baru. Orang tua jangan salah mengembangkan
bakat yang dimiliki dan bidang minat yang perlu diarahkan. Masalah yang
biasanya timbul, karena melihat anaknya bisa menyanyi, menari dan olahraga maka
semuanya dikembangkan tanpa kendali.
C.
Orientasi Psikologis Pembelajaran Di SMTP dan SMTA
Anak usia
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat dikategorikan sebagai anak usia remaja
awal. Pada umumnya ketika usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah masa
remaja awal setelah mereka melalui masa-masa pendidikan Sekolah Dasar. Dimasa remaja awal atau masa puber adalah
periode unik dan khusus yang ditandai dengan perubahan-perubahan perkembangan
yang tidak terjadi dalam tahap-tahap lain dalam rentang kehidupan. Dari suatu
perubahan yang terjadi pada masa remaja ini membawa suatu konsekuensi mengenai
metode dan materi tentang kegiatan pembelajaran. Banyak
pendapat dari pakar psikologi yang mengatakan bahwa usia anak didik
mempengaruhi daya tangkap dan kemampuan belajarnya. Usia SMP berkisar
antara 11 th-14 th, dan usia SMA berkisar antara 15 th-18 th. Pada usia SMP,
anak-anak memasuki usia remaja, yang mengubah kondisi fisik dan mentalnya dari
alam kanak-kanak menjadi alam remaja. Pada tahap ini anak mulai mencari jati
dirinya, siapa dia, dari mana dia berasal, ke mana dia akan menuju (cita-cita).
Dan tentu saja jawaban itu tak bisa didapatnya dalam pendidikan di SMP. Oleh
karena itu pendidikan di masa SMP hendaknya menyediakan peluang/pilihan ilmu,
keahlian yang banyak kepada para siswa.
Adapun anak-anak usia SMA, mereka mulai menyadari
eksistensinya, dan mulai membentuk diri dan karakternya. Anak-anak mulai
mantap cita-citanya dan sudah melatih diri untuk menjadi sesuai yang
dicita-citakan. Misalnya anak-anak yang bercita-cita menjadi olah
ragawan, mulai latihan menggembungkan otot. Anak-anak yang ingin bekerja
di bidang sains mulai menyukai dan melatih diri di bidang ini. Karenanya
pendidikan di masa SMA harus dibuat dengan pilihan yang menyempit dan mendalam.
Walaupun subjek pembelajaran dalam setiap kegiatan
belajar senantiasa bertindak sebagai keseluruhan jiwa raga, namun untuk
memudahkkan kita dalam mempelajarinya diperlukan proses psikologi yang
berlangsung selama pristiwa pembelajaran tersebut. Diantara unsur-unsur psikis
yang sangat besar peranannya dalam pembelajaran adalah :
1.
Perhatian
2.
Pengamatan
3.
Tanggapan
4.
Fantasi
5.
Ingatan
6.
Pikiran
7.
Intelegensi dan bakat serta
8.
Motif-motif
( Lilik Wahyu Utomo : Psikologi
Belajar , 2007, Hal : 13)
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa :
Psikologi
pembelajaran adalah pengetahuan
praktis yang berguna untuk menerangkan belajar sesuai dengan prinsip-prinsip
ilmiah dan fakta-fakta riil. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan
lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik.
Fokusnya adalah aspek – aspek psikologis dalam aktivitas pembelajaran, sehingga
dapat diciptakan suatu proses pembelajaran yang efektif. Upaya tersebut, dapat
dilakukan dengan mewujudkan prilaku mengajar yang efektif pada guru, dan
mewujudkan prilaku belajar pada siswa yang terkait dengan proses pembelajaran.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa psikologi belajar mempunyai peranan besar dalam proses pembelajaran khususnya bagi kita sebagai calon guru.Psikologi pembelajaran (selanjutnya disingkat PB) bertujuan memberi bekal kepada para profesional sebagai pendidik (guru) untuk menguasai konsep-konsep dan teori-teori psikologi serta menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa psikologi belajar mempunyai peranan besar dalam proses pembelajaran khususnya bagi kita sebagai calon guru.Psikologi pembelajaran (selanjutnya disingkat PB) bertujuan memberi bekal kepada para profesional sebagai pendidik (guru) untuk menguasai konsep-konsep dan teori-teori psikologi serta menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.masbied.com/search/orientasi-psikologis-pembelajaran-di-smp-dan-sma
http://toppsycho.tripod.com/%20%20LCM%20TOP/new_page_20.htm
Hildayani
Rini, dkk . (2008). Psikologi
Perkembangan Anak. Jakarta : Universitas Terbuka
Lilik
Wahyu Utomo, (2007). Psikologi Belajar.
Universitas Muhammadiyah Purworejo