BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Otak merupakan perangkat yang paling kompleks di
dunia. Trilyunan sel otak memiliki fungsi spesifik tetapi saling berhubungan. Mengendalikan seluruh
aspek fisik dan psikis manusia. Baik secara sadar maupun tak sadar.
Kapasitas penyimpanan memori di
dalam otak jauh melebihi kapasitas hardisk komputer terbesar sekalipun. Otak
memiliki kemampuan menangani algoritma rumit secara bersamaan dalam jumlah tak
terbatas, jauh melebihi kemampuan prosesor komputer tercanggih sekalipun. Tapi
sayangnya manusia tidak mampu mengoptimalkan seluruh potensi otak tersebut,
sehingga otak tidak memungkinkan semua jejak ingatan itu tersimpan terus dengan
sempurna, melainkan berangsur-angsur akan menghilang. Tetapi ketika orang yang
bersangkutan diminta untuk mengingat kembali hal yang sudah mulai terlupakan
sebagian itu.
Manusia cenderung untuk menyempurnakan sendiri bagian-bagian
yang terlupa tersebut dengan cara mengkreasikan sendiri detil-detil ceritera
itu. Akibatnya, sebuah ceritera tentang suatu peristiwa yang pernah disaksikan
oleh seseorang akan berubah-ubah dari masa ke masa. Makin lama jarak waktu
antara kejadian awal dengan saat berceritera, maka makin banyak perubahannya.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, adapun yang menjadi
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
perbedaan lupa dengan hilang dari ingatan?
2. Bagaimana
faktor-faktor penyebab lupa?
3. Bagaimana
usaha-usaha yang dapat mengurangi lupa?
4. Apa
yang dimaksud dengan transfer dalam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Lupa
Lupa merupakan istilah yang sangat
populer di masyarakat. Dari hari ke hari dan bahkan setiap waktu pasti ada
orang-orang tertentu yang lupa akan sesuatu, entah hal itu tentang peristiwa
atau kejadian di masa lampau atau sesuatu yang akan dilakukan, mungkin juga
sesuatu yang baru saja dilakukan. Fenomena dapat terjadi pada siapapun juga,
tak peduli apakah orang itu anak-anak, remaja, orang tua, guru, pejabat,
profesor, petani dan sebaginya. (syaiful Bahri Djamarah, 2008: 206)
Soal mengingat dan lupa biasanya
juga ditunjukkan dengan satu pengertian saja, yaitu retensi, karena memang
sebenarnya kedua hal tersebut hanyalah memandang hal yang satu dan sama dari
segi berlainan. Hal yang diingat adalah hal yang tidak dilupakan, dan hal yang
dilupakan adalah hal yang tidak diingat. (Sumadi Suryabrata, 2006: 47)
Lupa ialah peristiwa tidak dapat memproduksikan
tanggapan-tanggapan kita, sedang ingatan kita sehat. (Agus Suyanto, 1993: 46),
adapula yang mengartikan lupa sebagai suatu gejala di mana informasi yang telah
disimpan tidak dapat ditemukan kembali utnuk digunakan. (Irwanto, 1991: 150).
Muhibbinsyah (1996) dalam bukunya
yang berjudul psikologi pendidikan mengartikan lupa sebagai hilangnya kemampuan
untuk menyebut kembali atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah
kita pelajari secara sederhana. Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan
lupa sebagai ketidak mampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah
dialami atau dipelajari, dengan demikian lupa bukanlah peristiwa hilangnya item
informasi dan pengetahuan dari akal kita.
B.
Perbedaan Lupa dengan Hilang dari
Ingatan
Kerapkali pengertian “lupa” dan “hilang” secara spontan
dianggap sama, padahal apa yang dilupakan belum tentu hilang dalam ingatan
begitu saja. Hasil penelitian dan refleksi atas pengalaman belajar di sekolah,
memberikan petunjuk bahwa segala sesuatu yang pernah dicamkan dan dimasukan
dalam ingatan, tetap menjadi milik pribadi dan tidak menghilang tanpa bekas.
Dengan kata lain, kenyataan bahwa seseorang tidak dapat
mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari ingatannya, seolah-olah
hal yang pernah dialami atau dipelajari sama sekali tidak mempunyai efek
apa-apa. (Winkel, 1989: 291) sejumlah kesan yang telah didapat sebagai buah dari
pengalaman belajar tidak akan pernah hilang, tetapi kesan-kesan itu mengendap
ke alam bawah sadar. Bila diperlukan kembali kesan-kesan terpilih akan
terangkat ke alam sadar.
Penggalian kesan-kesan terpilih bisa karena kekuatan
“asosiasi” atau bisa juga karena kemauan yang keras melakukan “reproduksi”
dengan pengandalan konsentrasi. Oleh karena itu, tepat apa yang pernah
dikemukakan oleh gula (1982) dan Reber (1988) bahwa lupa sebagai ketidakmampuan
mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami.
(Muhibbin Syah, 1999: 151) jadi, lupa bukan berarti hilang, sesuatu yang
terlupakan tentu saja masih dimiliki dan tersimpan di alam bawah sadar,
sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan dalam alam bawah
sadar.
Gangguan-gangguan
yang menyebabkan terjadinya lupa, baik dalam ingatan jangka panjang maupun
jangka pendek ditunjang oleh hasil-hasil penelitian, bahwa informasi-informasi
yang baru didapat membingungkan informasi-informasi yang lama disebut “inhibisi
retroaktif” atau gangguan retroaktif. Sebaliknya, bila informasi-informasi yang
lama menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang baru
dinamakan “inhibisi proaktif” atau gangguan proaktif. (Mahmud, 1990: 136).
C. Faktor
Penyebab Lupa
Pertama, lupa terjadi karena gangguan konflik antara
item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Dalam interfence
theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua
macam, yaitu:
1) proactive interference, 2) retroactive interference
(Reber, 1988; Best, 1989; Anderson, 1990).
Seorang
siswa akan mengalami gangguan proaktifapabila materi pelajaran yang sudah lama
tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran
baru. Peristiwa ini terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi
pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya
dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi yang baru saja
dipelajari akan sangat sulit diingat adatu diproduksi kembali.
Sebaliknya,
seorang siswa akan mengalami gangguan retroaktifapabila materi pelajaran baru
membawa konflik dan gangguan terhadap kembali materi pelajaran lama yang telah
lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa tersebut. Dalam hal
ini, materi pejaran lama kan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali.
Dengan kata lain, siswa tersebut lupa akan materi pelajaran lama tersebut.
Kedua, lupa dapat terjadi pada seorang
siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun
tidak. Penekanan ini terjadi karena adanya kemungkinan.
a) Karena item informasi (berupa
pengetahuan, tanggapan, kesan dan sebagainya) yang diterima siswa kurang
menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam
ketidaksadaran.
b) Karena item informasi yang baru
secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan
fenomena retroaktif.
c) Karena item informasi yang akan
direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar dengan
sendirinya lantaran tidak pernah digunakan.
Itulah
pendapat yang didasarkan para repression theory yakni teori represi/
penekanan (Reber, 1988). Namun, perlu ditambahkan bahwa istilah “alam
ketidaksadaran” dan “alam bawah sadar” seperti tersebut di atas, merupakan
gagasan Sigmund Freud, bapak psikologi analisis yang banyak mendapat tantanganm
baik dari kawan maupun lawannya itu.
Ketiga, lupa dapat terjadi pada siswa
karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat
kembali (Anderson, 1990). Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari
hewan jerapah atau kudanil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya,
maka kemungkinan ia akan lupa menybut nama hewan-hewan tadi ketika melihatnya
di kebun binatang.
Keempat, lupa dapat terjadi karena
perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses belajar mengajar dengan tekun
dan serius, tetapi karna sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi
sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran
itu akan mudah terlupakan.
Kelima, menurut law of disuse (Hilgard
& Bower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah
dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian
ahli, materi yang diperlakukan demikian denga sendirinya akan masuk ke alam bawah
sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
Keenam, lupa tentu saja dapat terjadi
karena perubahan urat syaraf otak. Seorang siswa yang terserang penyakit
tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol, dan geger otak akan kehilangan
ingatan item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.
Meskipun
penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang paling penting untuk diperhatikan
para guru adalah faktor pertama yang meliputi gangguan proaktif dan retroaktif,
karena didukung oleh hasil riset dan eksperimen. Mengenai faktor keenam, tentu
saja semua orang maklum.
Kecuali
gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru yang menyimpulkan
bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item informasi yang ia serap
rusak sebelum masuk ke memori permanennya. Item yang rusak (decay) itu tidak
hilang dan tetap diproses oleh sistem memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah
untuk dipanggil kembali. Kerusakan item informasi tersebut mungkin disebabkan
karena tennggang waktu (delay) antara waktu diserapnya item informasi dengan
saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa
tersebut (Best, 1989; Anderson, 1990).
Apakah
materi pelajaran yang terlupakan oleh siswa benar-benar hilang dari ingatan
akalnya? Menurut pandangan ahli psikologi kognitif, “tidak!” materi pelajaran
itu masih terdapat dalam subsistem akal permanen siswa namun terlalu lemah
untuk di panggil atau diingat kembali. Buktinya banyak siswa yang mengeluh
“kehilangan ilmu”, setelah melakukan relearning (belajar lagi) atau mengikuti
remedial teaching berfungsi memperbaiki atau menguatkan item-item informasi
yang rusak atau lemah dalam memori para siswa tersebut, sehingga mereka
berhasil mencapai prestasi yang memuaskan. (Muhibbin Syah, 1996: 160).
D. Usaha-Usaha
Mengurangi Lupa
Sebagai
seorang pengajar yang profesional, seorang guru harus dapat mencegah peristiwa
lupa yang sering dialami oleh siswa. Pada dasarnya lupa dapat ditangani dengan
berbagai cara. Apabila materi yang disajikan kepada siswa dapat diserap,
diproses, dan disimpan dengan baik oleh sistem memori siswa, maka peristiwa
lupa tidak terjadi, atau terjadi namun tidak total. Jadi yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana kiat pengjar membuat sistem memori atau akal
siswa agar berfungsi secara optimal untuk memproses materi yang akan
disampaikan. Kiat terbaik yang dapat dilakukan untuk mengurangi lupa adalah
dengan meningkatkan daya ingat akal siswa. Menurut Barlow, Reber, dan Anderson,
kiat-kiat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Overlearning
Overlearning, artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas
materi pelajaran tertentu. Overlearning dapat terjadi apabila respon atau
reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon
tersebut dengan cara diluar kebiasaan. Sebagai contoh pembacaan Pancasila
setiap hari Senin pada Upacara Bendera memungkinkan siswa memiliki pemahanan
lebih mengenai materi Pendidikan Pancasila.
2. Extra
Study Time Extra Study Time adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau
penambahan frekuensi ( kekerapan ) waktu aktivitas belajar. Penambahan alokasi
waktu belajar materi tertentu, berarti siswa menambah jam belajarnya. Misalnya,
dengan menambah 30 menit waktu belajar siswa. Sedangkan penambahan frekuensi
belajar berarti meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu, misalnya dari
sekali sehari menjadi dua kali sehari.
3. Menemonic Device
Muslihat memori atau mnemonic device yang lebih sering disebut mnemonic saja
berarti kiat-kiat khusus yang biasa dijadikan “alat pengait” mental untuk
memasukkan item-item informasi kedalam memori siswa. Ragam mnemonic ini banyak
ragamnya tetapi yang paling menonjol adalah sebagai berikut:
a. Rima ( Rhyme ), yaitu sajak yang
dibuat sedemikian rupa yang isinya terdiri atas kata dan istilah yang harus
diingat siswa. Sajak ini akan lebih baik pengaruhnya apabila diberi not-not
sehingga dapat dinyanyikan. Contohnya seperti nyanyian anak-anak TK yang berisi
pesan-pesan moral.
b. Singkatan, yakni terdiri dari
huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat siswa. Contoh jika
seorang siswa hendak mengingat nama Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan Nabi
Musa, mereka dapat menyingkatnya menjadi ANIM. Pembuatan singkatan seyogyanya
dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat menarik dan memberi kesan tersendiri.
c. Sistem kata pasak ( peg word system),
yakni sejenis teknik mnemonik yang menggunakan komponen-komponen yang
sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memeori baru. Kata
komponen pasak ini dibentuk berpasangan seperti merah-saga, panas-api.
Kata-kata ini berguna untuk mengingat kata dan istilah yang memiliki watak yang
sama seperti darah, lipstik, pasangan langit dan bumi; neraka dan kata atau
istilah lain yang memiliki kesamaan watak (warna, rasa, dan seterusnya).
d. Model Losai ( Method of Loci ),
yaitu kiat mnemonik yang menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai
sarana penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat siswa. Kata
“Loci” sendiri adalah jamak dari kata “lokus” yang artinya tempat. Dalam hal
ini nama-nama kota, jalan, dan gedung yang terkenal dapat dipakai untuk
menempatkan kata dan istilah yang kurang lebih relevan, dalam arti memiliki
kemiripan ciri dan keadaan. Contoh: nama ibukota Amerika Serikat untuk
mengingat nama presiden pertama negara itu (George Washington).
e. Sistem Kata Kunci ( Key Word System
), kiat yang satu ini masih tergolong baru dibandingkan kiat-kiat yang lainnya.
Kiat ini dikembangkan oleh Raugh dan Atkinsen. Sistem ini biasanya direkayasa
secara khusus untuk mempelajari kata dan istilah asing, Inggris misalnya.
Sistem ini berbentuk daftar kata yang terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut:
i) kata-kata asing, ii) kata-kata kunci, yakni kata-kata bahasa lokal yang
paling kurang suku pertamanya memiliki suara atau lafal yang mirip dengan kata
yang dipelajari, iii) arti kata asing yang dipelajari. Contoh: Kata Inggris
Kata Kunci Arti Astute Butterfly Challenge Domination Eyesight Fussy Astuti
Baterai Celeng Domino Aisyah Fauzy Cerdik, lihai Kupu-kupu Tantangan Penguasaan
Penglihatan Cerewet
4. Pengelompokan maksud kiat pengelompokan
(Clustering) adalah menata ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok
kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki
signifikasi dan lafal yang sama atau sangat mirip. Penataan atau pengelompokan
ini direkayasa sedemikian rupa dalam bentuk daftar-daftar item seperti: a.
Daftar I, terdiri atas nama-nama negara serumpun, seperti: Indonesia, Malaysia,
Brunai dan seterusnya; b. Daftar II, terdiri atas singkatan-singkatan lembaga
negara, seperti MPR, DPR, dan seterusnya: c. Daftar III, terdiri dari
singkatan-singkatan nama-nama badan internasional, seperti: WHO, ILO, dan
sebagainya.
5. Latihan Terbagi
Latihan terbagi atau distributed practice adalah latihan terkumpul (massed
pratice), yang sudah dianggap tidak efektif lagi karena mendorong siswa membuat
cramming, yakni belajar banyak materi dengan tergesa-gesa dalam waktu yang
singkat. Dalam melaksanakan distributed practice, siswa dapat menggunakan
berbagai metode dan strategi belajar yang efisien.
6. Pengaruh Letak Bersambung
Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak bersambung (the serial
position effect), siswa dianjurkan menyusun daftar kata-kata (nama, istilah,
dan sebagainya) yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat.
Kata-kata yang harus diingat oleh siswa tersebut sebaiknya ditulis dengan
menggunakan huruf dan warna yang mencolok agar tampak sangat berbeda dari
kata-kata lainnya yang tidak perlu diingat. Dengan demikian kata yang ditulis
pada awal dan akhir daftar tersebut memberi kesan tersendiri dan diharapkan
melekat erat dalam subsistem akal permanen siswa.
Selain ke enam
kiat-kiat diatas, Seorang guru dapat mengurangi lupa dengan berbagai cara lain
seperti berikut ini.
Pertama,
mencoba menimbulkan atau meningkatkan memotivasi belajar siswa dengan
menyadarkan mereka akan tujuan instruksional yang harus mereka capai. Hal ini
dapat dilakukan, misalnya dengan menjelaskan manfaat materi pelajaran dalam
kehidupan sehari-hari, dan masa depan mereka
Kedua, mencoba
selalu menjelaskan unsur-unsur pokok sebelum menunjukkan unsur-unsur penunjang
yang relevan dalam materi pelajaran yang disajikan. Dalam hal ini seorang guru
direkomendasikan untuk mendemonstrasikan dengan alat-alat peraga yang tersedia
atau memberi tanda-tanda khusus pada kata atau istilah pokok.
Ketiga, mencoba
untuk selalu menghubungkan materi yang akan diajarkan dengan materi yang telah
diajarkan pada sesi yang lalu. Keempat, ketika seorang guru bertanya kepada
anak didiknya mengenai materi yang telah diajarkan, dengan memperhatikan:
a. Seyogyanya pertanyaan itu disampaikan dengan cara yang akrab dan
tidak menegangkan,tetapi wibawa tetap dijaga.
b. Pertanyaan harus jelas dan tidak mengandung banyak tafsiran
c. Pertanyaan hendaknya mengandung suatu masalah agar siswa dapat
memusatkan proses sistem akalnya untuk mencari respon
d. Pertanyaan tidak hanya untuk mendorong siswa menjawab “ya” atau
“tidak” sebab hal ini akan menghambat kreativitasnya.
e. Jika siswa tidak mampu menjawab, Pendidik tidak perlu
mendesaknya.
f. Segera tawarkan pertanyaan yang tidak terjawab tersebut ke teman
lain agar teman yang tidak bisa menjawab dapat menggambil pelajaran dari teman
lainnya.
g. Berilah pujian terhadap anak didik ketika ia bisa menjawab
pertanyaan tersebut.
Meningkatkan kemampuan memori
Secara umum usaha-usaha untuk
meningkatkan kemampuan memori harus memenuhi tiga ketentuan sebagai berikut:
1. Proses memori bukanlah suatu usaha
yang mudah. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa pengulangan/rekan.
Mekanisme dalam proses mengingat sangat membantu organisme dalam menghadapi
berbagai persoalan sehari-hari. Seseorang dikatakan “belajar dari pengalaman”
karena ia mampu menggunakan berbagai informasi yang telah diterimanya di masa
lalu untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya saat ini.
2. Bahan-bahan yang akan diingat harus
mempunyai hubungan dengan hal-hal lain. Khusus mengenai hal ini, konteks
memegang peranan penting. Dari uraian di depan jelas bahwa memori sangat
dibantu bila informasi yang dipelajari mempunyai kaitan dengan hal-hal yang
sudah dikenal sebelumnya. Konteks dapat berupa peristiwa, tempat, nama sesuatu,
perasaan tertentu dan lain-lain. Konteks ini memberikan retrievel cues atau
karena itu mempermudah recognition.
3. Proses memori memerlukan organisasi.
Salah satu pengorganisasian informasi yang sangat dikenal adalah mnemonik
(bahasa Yunani: mnemosyne, yaitu dewi memori dalam mitologi Yunani). Informasi
diorganisasi sedemikian rupa (dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dikenal)
sehingga informasi yang kompleks mudah untuk diingat kembali.
Salah
satu metode mnemonik yang biasa dilakukan adalah metode loci (method of loci;
loci= locus= tempat). Individu diminta untuk membayangkan suatu tempat yang ia
kenal dengan baik, misalnya rumahnya. Ia membayangkan dari bagian rumah itu,
misalnya dari ruang tamu sampai kekamarnya. Ia membayangkan benda-benda apa
saja yang akan ditemui didekat pintu masuk, di ruang tamu, dekat pintu kamarnya
dan di dalam kamarnya. Kemudian ia diasosiasikan benda-benda tersebut dengan
informasi baru yang harus diingat.
Metode mnemonik lain yang biasa dipakai adalah metode menghubung-hubungkan
(link method), yaitu menghubungkan informasi yang harus diingat satu dengan
lainnya sehingga mempunyai arti, walu kadang-kadang agak lucu.
Orang
yang baru belajar musik sering harus menghafal tanda-tanda yang amat kompleks.
Untuk itu cara seperti berikut sering banyak membantu:
a. Nada-nada yang naik ½ (kruis/ #) =
Gudeg Djogja Amat Enak Banyak Fitamin
b. Nada-nada yang turun ½ (mol) = Fajar
Bandung Elok Amat Dekat Garut Ciamis
Seorang mahasiswa psikologi yang
ingin menghafalkan spektrum warna harus menempuh jalan sebagai berikut:
Mau Jadi Koboi Harus Bisa Naik Unta
= Merah Jingga Kuning Hijau Biru Nila Ungu
Pengorganisasian juga bisa dilakukan dengan membuat suatu akronim sekaligus
sebagai suatu kesatuan informasi (chunk) seperti dalam jembatankeledai yang
pernah kita singgung di depan (LUBER, ANDAL kota BERIMAN, dan lain-lain).
(Irwanto, 1991: 152-158).
E.
Transfer Belajar
Menurut
L.D. Crow dan A. Crow, transfer belajar adalah pemindahan-pemindahan kebiasaan
berfikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari
suatu keadaan ke keadaan belajar yang lain. Pengetahuan dan keterampilan siswa
sebagai hasi belajar pada masa lalu seringkali mempengaruhi proses belajar yang
sedang dialaminya sekarang. Tranfer dalam belajar yang biasa disebut dengan
tranfer belajar (tranfer of learning) itu mengandung arti pemindahan
keterampilan hasil belajar dari suatu situasi ke situasi berikutnya (Reber:
1988). Kata “pemindahan keterampilan” tidak berkonotasi hilangnya keterampilan
melakukan sesuatu pada masa lalu karena digantikan dengan keterampilan baru
pada masa sekarang. Oleh sebab itu, definisi diatas harus dipahami sebagai
pemindahan pengaruh atau pengaruh keterampilan melakukan sesuatu terhadap
tercapainya keterampilan melakukan sesuatu lainnya. Setiap pemindahan pengaruh
(tranfers) seperti yang disebut diatas pada umumnya selalu membawa dampak baik
itu positif ataupun negatif terhadap aktifitas dan hasil pembelajaran materi
pelajaran lain atau keterampilan lain.
F. Faktor-Faktor
Transfer Belajar
1. Intelegensi
Individu yang
lancar dan pandai biasanya segera mampu menganalisa dan dapat melihat hubungan
logis, ia segera melihat unsur-unsur yang sama serta pola dasar atau kaidah
hukum, sehingga sangat mudah terjadi transfer.
2. Sikap
Meskipun orang
mengerti dan memahami sesuatu serta hubungannya dengan yang lain, tetapi
pendirian/kecenderungannya menolak/sikap negatif, maka transfer tidak akan
terjadi, dan demikian sebaliknya.
3. Materi Pelajaran
Biasanya mata
pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan akan mudah terjadi transfer.
Contohnya: Matematika dengan Statistika, Ilmu Jiwa Daya dengan Sosiologi akan
lebih mudah terjadi transfer.
4. Sistem Penyampaian Guru
Pendidik yang
senantiasa menunjukkan hubungan antara suatu pelajaran yang sedang dipelajari
dengan mata pelajaran yang lain atau dengan menunjuk kehidupan nyata yang
dialami anak, biasanya akan mudah terjadi transfer.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Lupa (forgetting) ialah hilangnya
kemampuan untuk menyebut atau mereproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya
telah kita pelajari
• Hilang ingatan adalah hilangnya kemampuan untuk
mengingat atau menimbulkan kembali yang disebabkan oleh hilangnya item
informasi dan pengetahuan dari akal kita.
• Lupa disebabkan oleh gangguan
konflik antara item-item informasi, tekanan terhadap item-item yang sudah ada
baik disengaja atupun tidak, perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar
dengan waktu mengingat kembali, perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses
dan situasi belajar tertentu, tidak pernah digunakannya materi pelajaran yang
sudah dikuasai, dan perubahan urat syaraf otak
• Lupa dapat ditangani dengan
berbagai cara seperti overlearning, extra study time, mnemonic device,
pengelompokan, latihan terbagi, dan pengaruh letak bersambung
• Transfer belajar adalah
pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu
pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan ke keadaan belajar yang lain
• Dalam teori disiplin formal,
transfer belajar hanya dapat terjadi bila “diperkuat” dan “didisiplinkan”
dengan latihan-latihan yang keras dan terus menerus
• Dalam teori elemen identik, transfer
hanya akan terjadi bila dalam situasi yang baru terdapat unsur-unsur yang sama
(identical elements) dengan situasi terdahulu yang telah dipelajari
• Dalam teori generalisasi,
transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi lama telah dipelajari
mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak kesamaan unsur-unsur
• Gagne, membedakan transfer
belajar menjadi empat kategori yaitu transfer positif, transfer negatif,
transfer vertikal, dan transfer lateral.
• Transfer positif yaitu transfer
yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya
• Transfer negatif yaitu transfer
yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya
• Transfer vertikal, yaitu
transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan
yang lebih tinggi
• Transfer lateral, yaitu transfer
yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang
sederajat
• Faktor-faktor penyebab transfer
belajar seperti intelegensi, sikap, materi pelajaran, dan sistem penyampaian
guru.
B.
SARAN
Profesi sebagai guru adalah profesi yang sangat mulia dan sangat
berpengaruh terhadap kemajuan bangsa dalam kecerdasannya yang akan menuntun
masyarakatnya kearah yang lebih membangun atau sebaliknya, jadi dengan adanya
makalah ini penulis mengharapkan agar terus bermunculan calon-calon guru ideal
yang sesuai dengan karakteristik yang seharusnya di miliki oleh para guru agar
dunia pendidikan semakin berkembang dan dapat mewujudkan masyarakat yang
sejahtera.
Penulis juga mengharapkan kepada pemerintah adanya kesejahteraan bagi para
guru agar dapat meningkatkan kualitas guru dalam menjalankan profesinya
Jangan sampai
guru-guru kita sebagai pahlawan tanpa tanda jasa terganggu fikirannya, karena
sudah cukup berat tugas beliau sebagai pembimbing generasi bangsa.Disamping itu
juga adaya sarana dan prasarana yang memadai untuk proses belajar dan mengajar
juga perlu di tingkatkan agar para peserta didik dapat mengemban ilmu dengan
aman, nyaman dan fokus
DAFTAR
PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2002. Pendidikan Guru. Bandung : Bumi Aksara
Naim, Ngainun. 2008. Menjadi Guru Inspiratif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. ed. rev. Cetakan keempaat belas. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Walgito, Bimo. 1990. Pengantar
Psikologi Umum. ed. rev. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Andi Offset dit or delete
it and start blogging!