BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses belajar
pada zaman sekarang ini tidak terlepas dari penemuan para ahli yang telah
menciptakan teori-teori belajar. Teori-teori tersebut telah menjelaskan
bagaimana sistem belajar mengajar di dalam kelas. Ada banyak teori yang
replikasinya dapat dikembangkan di dalam kelas, seperti teori behavioristik,
kognitif, humanistik, teori belajar konsep, teori belajar bermakna, dan lain
sebagainya.
Tujuan
dari penemuan teori-teori adalah untuk memudahkan baik murid maupun guru untuk
lebih cepat menerima materi yang dibahas. Dalam teori belajar yang telah
diciptakan juga dijelaskan bagaimana peran guru di depan murid, bagaimana
seharusnya guru bertindak di depan murid, dan bagaimana seorang guru memposisikan
dirinya di depan murid. Di dalam teori itu juga dibahas bagaimana
sebaiknya proses belajar mengajar di
dalam kelas dapat efektif.
Dalam
makalah ini akan dibahas dua teori yang digunakan di dalam kelas, yaitu teori
kognitif dan teori humanistik juga bagaimana penerapannya di dlam kelas.
B.
Rumusan Masalah
Dari permasalahan tersebut
maka kami simpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud teori kognitif dan teori humanistik?
2.
Bagaimana imlikasi teori kognitif dan teori humanistik di
dalam kelas?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori kognitif Jerome Bruner dan David Ausubel
a. Teori Kognitif
Jerome Bruner
Bruner
menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner
meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk,
yaitu: enactive, iconic dan simbolic. Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan
inderawi dalam teori Piaget.
Pengetahuan enaktif adalah
mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek – melakukan pengatahuan tersebut
daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara
melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu
paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika
mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran dalam bentuk ini, anak-anak mempresentasikan
pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat mungkin
mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka,
meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini
merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak
(seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan
pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak,
dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal
dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika
dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar
dikemukakan sebagai berikut:
1.
Belajar merupakan kecenderungan
dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk
mengadakan petualangan pengalaman.
2.
Belajar penemuan terjadi karena
sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu
mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
3.
Kualitas belajar penemuan diwarnai
modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
4.
Penerapan belajar penemuan hanya
merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.
5.
Kreatifitas metaforik dan creative
conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.
b. Teori kognitif David Ausubel
Teori
Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi
pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum
belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel
Pengertian
belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar :
(1) Belajar bermakna (meaningful
learning) dan
(2) belajar menghafal (rote
learning).
Belajar
bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan
yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Sebagai ahli psikologi
pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan
memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar
melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan
diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip,
bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan
saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya
proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa
menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir
dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan
sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam
mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak
ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada. Ia juga
berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang
penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan
informasi kepada siswa. Dalam hal
ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa
yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai
yang disampaikan gurunya.
Belajar
dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel
adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan
struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu
mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang
dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
·
Materi yang secara potensial
bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan
pengetahuan masa lalu peserta didik.
·
Diberikan dalam situasi belajar yang
bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab
peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka
tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal
ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan
uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses
belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan
yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni
pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh
motivasi. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan
bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju
dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih
bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga
dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi
penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.
Pandangan
Teori Kognitivisme terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Teori
kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi
adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat,
menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi
menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses
belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang.
Teori belajar kognitif lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu
berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari beberapa teori belajar
kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah
sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika
diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori
diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka
disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan.
Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki
sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa
justru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat
penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi
kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh
karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas
membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh
siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis
tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama
mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada
konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori
belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran
sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing
teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik
peserta didiknya.
Implikasi
Teori Kognitivistik dalam Pembelajaran
Dalam perkembangan setidaknya ada
tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori
perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga
teori ini dijabarkan sebagai berikut:
No 1 Teori Kognitif Piaget Brunner
Ausubel Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu
sesuai dengan umur
siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a.Asimilasi
b.Akomodasi
c.Equilibrasi
a.Asimilasi
b.Akomodasi
c.Equilibrasi
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi
pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa,
proses belajar terjadi melaliu tahap-tahap:
a)
Enaktif (aktivitas)
b)
Ekonik (visualverbal)
c)
Simbolik
Langkah-langkah
Penerapan Teori Kognitif dan di dalam Kelas
Proses
belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya
dengan pengetahuan baru Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
a. Memperhatikan
stimulus yang diberikan.
b. Memahami
makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Prinsip
kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada
perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.
Si belajar akan lebih mampu
mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan
pola dan logika tertentu.
2.
Penyusunan materi pelajaran harus dari
sederhana ke kompleks.
3.
Belajar dengan memahami akan jauh
lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.
Adapun
kritik terhadap teori kognitivisme adalah:
1.
Teori kognitif lebih dekat kepada
psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses
belajar mengajar tidaklah mudah.
2.
Sukar dipraktekkan secara murni
sebab seringkali kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam
benak setiap siswa. Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran,
guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam
proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar
menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru
menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana
kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan
individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa. Dari penjelasan diatas
jelas bahwa implikasinya dalam pembelajaran adalah seorang pendidik, guru
ataupun apa namanya mereka harus dapat memahami bagaimana cara belajar siswa
yang baik, sebab mereka para siswa tidak akan dapat memahami bahasa bila mereka
tidak mampu mencerna dari apa yang mereka dengar ataupun mereka tangkap., Dari
ketiga macam teori diatas jelas masing-masing mempunya implikasi yang berbeda,
namun secara umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami
struktur kognitif siswa, dan ini tidaklah mudah, Dengan memahami struktur
kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa disesuaikan sejauh mana
kemampuan siswanya. Selain itu, juga model penyusunan materi pelajaran bahasa
arab hendaknya disusun berdasarkan pola dan logika tertentu agar lebih mudah
dipahami. Penyusunan materi pelajaran bahasa arab di buat bertahap mulai dari
yang paling sederhana ke kompleks. hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa
mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang sedang
dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekedar menghafal
kosakata.
B.
Teori Humanistik Arthur Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers
1.Teori humanistik Arthur Combs (1912-1999)
Arthur Combs
bersama dengan Donald Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi apabila mempunyai
arti bagi individu tersebut. Artinya bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru
tidak boleh memaksakan materi yang tidak disukai oleh siswa. Sehingga siswa
belajar sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun.
Sebenarnya hal tersebut terjadi tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan sesautu yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.
Sehingga guru harus lebih memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga
apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang
lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa diri siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut
dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
2.Teori Humanistik Abraham Maslow
Teori Maslow
didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu usaha
yang positif untuk berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan
itu.
Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan
sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih
maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke
arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat
menerima diri sendiri.
Maslow membagi
kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah
dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia
dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan
mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow
ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada
waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar
ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
3. Teori Humanistik Carl Rogers
Seorang
psikolog humanistik yang
menekankan perlunya sikap salaing menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu
individu mengatasi masalah-masalahkehidupannya. Menurut Rogers
yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan
prinsip pendidikan dan pembelajaran.
Ada beberapa
Asumsi dasar teori Rogers adalah: Kecenderungan formatif; Segala hal di dunia baik
organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil; Kecenderungan aktualisasi; Kecenderungan setiap makhluk
hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya.
Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Aplikasi dan
Implikasi Humanisme
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana
awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk
belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu
mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel
untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan
menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan
mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun
bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator
berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut
berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya
sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya
dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi
sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh
siswa
Aplikasi teori
humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan
sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif.
Pembelajaran
berdasarkan teori humanisme ini cocok
untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin
atau etika yang berlaku.
BAB
III
PENUTUP
a.Kesimpulan
Teori kognitif adalah teori yang dikaitkan dengan proses belajar.Bruner yang menekankan bahwa pada proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja
untuk mencari hukum belajar yang bermakna.
Arthur Combs bersama dengan Donald menyatakan
bahwa belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu tersebut. Artinya
bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak
sesuai dengan kemampuan atau usia pada anak didik kita. Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua
hal yaitu: suatu usaha yang positif untuk berkembang; kekuatan untuk melawan
atau menolak perkembangan itu. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses
pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Wirawan Sarwono, Sarlito.2002. Teori-teori Psikologi
Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Jaya